Aku tengah berada di sebuah telaga yang menjajikan kedamaian.
Dengan Bahtera yang ku tumpangi tak bosannya aku mengayuh dayung.
Mengeksplorasi setiap sudut telaga. Beberapa ikan berlompatan, berenang dan
berkejaran. Rumput-rumput yang menjulur ke air, bagaikan jemari penari yang
meliuk-liuk.
Setiap berada di telaga ini, aku selalu merasa nyaman. Mungkin keteduhan dari
rimbunnya pepohononan di tepi telaga memberi efek dingin. Dan air telaga itu
sendiri yang berwarna campuran hijau dan biru pun memberi kesan adem.
Kicau burung di kejauhan dan sinar mentari yang menerangi sekeliling telaga,
memberikan kehangatan yang terasa sampai ke dalam jiwa. Setelah lelah seharian
beraktivitas, menumpangi bahtera dan berkeliling telaga, selalu mampu
mengembalikan ketenangan jiwa dan energi yang sudah tertumpah.
Di sekeliling telaga ini, aku bisa menikmati penuh suasana ditengah
orang-orang ku cintai dan mencintaiku. Oh yah, aku lupa bercerita, aku dan
keluargaku sudah cukup lama tinggal di telaga ini. Telaga ini bukan telaga
alam tapi telaga buatan. Aku dan suami selalu bercita-cita memberikan
lingkungan kehidupan yang sehat dan menyenangkan bagi keluarga yang akan kami
bangun.
Ketika komitmen kami terucap untuk mengisi kehidupan di hari mendatang
bersama-sama, maka kami sepakat membangun telaga ini sebagai tempat tinggal
kami. Di telaga ini, kami lengkapi taman bermain yang setiap saat, aku, suami
dan anakku bisa berinteraksi. Bersenda gurau sekaligus mengeksplorasi fisik dan
jiwa anakku.
Di saat-saat senggang aku membiasakan bernyanyi bersama-sama. Aku tahu
suaraku tak semerdu Mariah Carey atau Ruth Sahanaya . Yang aku tahu, suarku
mampu memberikan ketenangan bagi jiwa anakku. Di bawah rindangnya pohon,
beralas tikar pandan kami bernyanyi bersahut-sahutan.
Ku biarkan anakku bergumam sendiri karena itu dapat mengembangkan daya cipta
dan kreasi mereka. Aku dan suami hanya sesekali membetulkan kata atau arti yang
pas agar enak di dengar. Suara bening kami menyatu dengan kicau burung yang
seakan ingin turut melengkapi kebahagiaan kami.
Setiap hari di sekeliling telaga ini dipenuhi suara-suara kami. Ada tawa,
tangis, teriakan marah, jeritan kesal atau tangis bahagia. Ada kalanya perang
mulut, saling mengolok-olok dan bisanya diakhiri dengan berpelukan, bergulingan
di rerumputan. Kaki-kaki kecil anakku tak hentinya berjalan atau berlalri,
mengitari telaga ini. Tak sekali atau dua kali mereka pulang dengan kaki atau
tangan yang luka. Baik karena jatuh atau kena duri.
Aku dan suami secara bergantian membersihkan dan mengobati lukanya. Aku tahu,
satu pelajaran kehidupan sudah anakku dapati hari ini. Semoga besok lusa anakku
lebih berhati-hati. Bukankah guru yang paling baik adalah pengalaman?
Bila aku dan suami merasa lelah dan tertekan karena bekerja seharian, telaga
ini menjadi curahan jiwa. Aku bisa berteriak sekeras-kerasnya, paling tidak
cara ini, bagiku dapat sedikit melegakan himpitan sesak di dada. Suamiku bisa
berlari sepuluh atau dua puluh kali mengeliling telaga ini untuk menuntasan
emosinya. Dengan begitu ketika kami berkumpul dengan anak, kami tidak membawa
kekesalan dari luar.
Kami sangat menyadari tidak semua keinginan kami bisa terwujud tapi
mensyukuri apa yang sudah kami peroleh dalam hidup ini, membantu kami
menghargai apa yang sudah kami miliki. Salah satunya telaga ini, kami membiarkn
bahkan memberikan izin bagi orang-orang yang ingin menikmati telaga ini bahkan
kami sangat menyarankan mereka membangun telaga serupa.
Kami sudah membuktikan telaga yang kami bangun selalu memanggil kami pulang.
Telaga yang menjanjikan air kehidupan yang memberikan ketenangan jiwa bisa
dimiliki siapa saja, karena sesungguhnya telaga itu adalah Telaga Kehidupan.
Setiap orang bisa memiliki telaga kehidupan yang sesungguhnya yaitu keluarga.
Keluarga menanti dan selalu menanti kita pulang. Kemanapun kita pergi Telaga
Kehidupan kita tetap milik kita.
Penghuni telaga adalah kita sendiri, melestarikan telaga kehidupan bisa kita
lakukan dengan senantiasa menghidupkan kesadaran akan perlunya aturan main.
Kedisiplinan dapat membantu kita menjaga, Telaga Kehidupan kita. Dengan
menghargai, merawat dengan cinta dan kasih sayang, lingkungan kehidupan di
sekitar telaga akan tumbuh dan berkembang menjadi satu lingkungan yang sehat
dan menyenangkan. Aku percaya dari lingkungan yang sehat dan nyaman, cikal
bakal masyarakat yang beradab dan santun dapat dilahirkan. Aku bertekad untuk
terus melestarikan Telaga Kehidupanku.
Akan kubiarkan anak-anakku belajar tentang kehidupan dari alam karena alam
sesungguhnya adalah sumber ilmu yang tak pernah habis. Menghargai alam sama
dengan menghargai kehidupan itu sendiri. Dan satu hal yang ku sadari bersikap
bijaksana tidak dapat diajarkan tapi bersikap bijaksana hanya dapat dipelajari.
Karenanya aku tak dapat mengajarkan anak-anakku untuk bersikap bijaksana,
tapi aku yakin mereka mampu belajar bersikap bijaksana. Semoga Telaga Kehidupan
yang aku dan suamiku bangun untuk keluarga kami bisa menjadi sumber
pembelajaran bagi anak-anakku.
Rabu, 30 April 2008
kehidupan
cinta sejati
Setelah bangun, Ami dihadapkan oleh mayat tunangannya. Ami yang shock berat tak bisa berkata apa-apa. Bahkan tidak ada air mata yang mengalir.
Ketika memandikan jenazahnya, Amit terdiam. Ami memeluk tubuh Iman yang sudah dingin dengan begitu erat dan tak mau melepaskannya hingga akhirnya orang tua Iman mencoba meminta Ami agar tabah menghadapi semua ini.
Setelah dikuburkan, Ami tetap terdiam. Ia berdoa khusyuk di depan kuburan Iman.
Sampai seminggu ke depan, Ami tak punya nafsu makan. Ia hanya makan sedikit. Ia pun tak banyak bicara. Menangis pun tidak. Skripsinya terlantar begitu saja. Orangtua Ami pun semakin cemas melihat sikap anaknya tersebut.
Akhirnya bapaknya Ami memarahi Ami. Sang bapak sengaja menekan anak tersebut supaya ia mengeluarkan air mata. Tentu berat bagi Ami kehilangan orang yang dicintainya, tapi tidak mengeluarkan air mata sama sekali. Rasanya beban Ami belum dikeluarkan.
Setelah dimarahi oleh bapaknya, barulah Ami menangis. Tumpahlah semua kesedihan hatinya. Setidaknya, satu beban telah berkurang.
…tiga bulan kemudian…
Skripsi Ami belum juga kelar. Orangtuanya pun tidak mengharap banyak karena sangat mengerti keadaan Ami. Sepeninggal Iman, Ami masih terus meratapi dan merasa Iman hanya pergi jauh. Nanti juga kembali, pikirnya.
Di dalam wajah sendunya, tiba-tiba ada seorang pria yang tertarik melihat Ami. Satria namanya (bukan nama sebenarnya). Ia tertarik dengan paras Ami yang manis dan pendiam. Satria pun mencoba mencaritahu tentang Ami dan ia mendengar kisah Ami lengkap dari teman-temannya.
Setelah mendapatkan berbagai informasi tentang Ami, ia coba mendekati Ami. Ami yang hatinya sudah beku, tidak peduli akan kehadiran Satria. Beberapa kali ajakan Satria tidak direspon olehnya.
Satria pun pantang menyerah, sampai akhirnya Ami sedikit luluh. Ami pun mengajak Satria ke kuburan Iman. Disana Ami meminta Satria minta ijin kepada Iman untuk berhubungan dengan Ami. Satria yang begitu menyayangi Ami menuruti keinginan perempuan itu. Ia pun berdoa serta minta ijin kepada kuburan Iman.
Masa pacaran Ami dan Satria begitu unik. Setiap ingin pergi berdua, mereka selalu mampir ke kuburan Iman untuk minta ijin dan memberitahu bahwa hari ini mereka akan pergi kemana. Hal itu terus terjadi berulang-ulang. Tampaknya sampai kapanpun posisi Iman di hati Ami tidak ada yang menggeser. Tetapi Satria pun sangat mengerti hal itu dan tetap rela bersanding disisi Ami, walaupun sebagai orang kedua dihati Ami.
Setahun sudah masa pacaran mereka. Skripsi Ami sudah selesai enam bulan yang lalu dan ia lulus dengan nilai baik. Satria pun memutuskan untuk melamar Ami.
Sebelum melamar Ami, Satria mengunjungi kuburan Iman sendirian. Ini sudah menjadi ritual bagi dirinya. Disana ia mengobrol dengan batu nisan tersebut, membacakan yasin, sekaligus minta ijin untuk melamar Ami. Setelah itu Satria pulang, dan malamnya ia melamar Ami.
Ami tentu saja senang. Tapi tetap saja, di hati Ami masih terkenang sosok Iman. Ami menceritakan bagaimana perasaannya ke Satria dan bagaimana posisi Iman dihatinya. Satria menerima semua itu dengan lapang dada. Baginya, Ami adalah prioritas utamanya. Apapun keinginan Ami, ia akan menuruti semua itu, asalkan Ami bahagia.
Ami pun akhirnya menerima lamaran Satria.
…beberapa bulan setelah menikah…
Di rumah yang damai, terpampang foto perkawinan Ami dan Satria. Tak jauh dari foto tersebut, ada foto perkawinan Ami ukuran 4R. Foto perkawinan biasa, namun ada yang janggal. Di foto tersebut terpampang wajah Ami dan Iman.
Ya, Ami yang masih terus mencintai Iman mengganti foto pasangan disebelahnya dengan wajah Iman. Foto itupun terletak tak jauh dari foto perkawinan Satria dan Ami. Sekilas terlihat foto tersebut hasil rekayasa yang dibuat oleh Ami. Namun Satria mengijinkan Ami meletakkan foto tersebut tak jauh dari foto perkawinan mereka.
Bagaimanapun Ami tetap akan mencintai Iman sekaligus mencintai Satria, suami tercintanya. Dan Satria merupakan pria yang memiliki hati sejati. Baginya, cinta sejatinya adalah Ami. Apapun yang Ami lakukan, ia berusaha menerima semua keadaan itu. Baginya tak ada yang perlu dicemburui dari batu nisan. Ia tetap menjalankan rumah tangganya dengan sakinah, mawaddah dan warramah, hingga saat ini…
Mendengar cerita diatas, terus terang saya merasa sedih, terharu, sekaligus miris. Saya kagum dengan sosok Satria yang ternyata benar-benar mencintai Tante Ami. Saya juga mengerti kepedihan Tante Ami ketika ditinggalkan tunangannya. Tentu rasanya sulit ditinggalkan oleh orang yang sudah membekas dihati.
Akankah ada pria-pria seperti Satria? Saya harap semoga banyak pria yang akan tetap setia kepada seorang wanita, menerima mereka apa adanya.
Senin, 18 Februari 2008
JanganHanyaSekedarPemburuNilai
Disekolah kita harus berkonsentrasi dan menyimak keterangan guru, mengerjakan ulangan, dan lain-lain. sore harinya, menerjakan PR atau pelajaran buat menghadapi ulangan besok pagi.
Jika nilai ulangan buruk, kamu merasa kecewa. kamu khawatir nilai rapotmu merah dan dimarahi ortu. kalo nilai rapotmu banyak yang merah, kamu takut kalau tidak naik kelas.
Rutinitas seperti itu akan terus kita jalani hingga tahun tahun ajaran baru sudah berganti lagi. Tanpa sadarkita telah menjadi pemburu nilai. yang namanya berburu , adakalanya mendapat hasil banyak(nilai tinggi). Kadang juga dapat hasil sedikit( nilai rendah) . Tinggi atau rendahnya yang kita peroleh, itu simbul dari hasil belajar kita.